Cara Menyucikan Sesuatu Yang Terkena Najis

Perlu dibedakan antara najis dan hadats. Najis kadang kita temukan pada badan, pakaian dan tempat. Sedangkan hadats terkhusus kita temukan pada badan. Najis bentuknya konkrit, sedangkan hadats itu abstrak dan menunjukkan keadaan seseorang. Ketika seseorang selesai berhubungan badan dengan istri (baca: jima’), ia dalam keadaan hadats besar. Ketika ia kentut, ia dalam keadaan hadats kecil. Sedangkan apabila pakaiannya terkena air kencing, maka ia berarti terkena najis. Hadats kecil dihilangkan dengan berwudhu dan hadats besar dengan mandi. Sedangkan najis, asalkan najis tersebut hilang, maka sudah membuat benda tersebut suci. Mudah-mudahan kita bisa membedakan antara hadats dan najis ini.

Hukum Asal Segala Sesuatu adalah Suci

Terdapat suatu kaedah penting yang harus diperhatikan yaitu segala sesuatu hukum asalnya adalah mubah dan suci. Barangsiapa mengklaim bahwa sesuatu itu najis maka dia harus mendatangkan dalil. Namun, apabila dia tidak mampu mendatangkan dalil atau mendatangkan dalil namun kurang tepat, maka wajib bagi kita berpegang dengan hukum asal yaitu segala sesuatu itu pada asalnya suci.
Menyatakan sesuatu itu najis berarti menjadi beban taklif, sehingga hal ini membutuhkan butuh dalil.

Pembagian Najis dan Cara Mensucikannya

Najis terbagi tiga antara lain

1. Najis Mugallazah (Najis berat)

Contohnya : najis anjing

Cara mensucikannya : Hendaknya dibasuh tujuh kali dengan air suci lagi mensucikan, satu diantaranya diselangi dengan tanah yang dicampur air.

2. Najis Mukhaffafah (Najis Ringan)

Contoh : air kencing bayi laki-laki yang belum makan apapun selain ASI

Cara mensucikannya : cukup dengan memercikan air pada benda yang terkena najis

3.Najis Mutawassitah (najis pertengahan).

najis pertengahan terbagi dua macam yaitu :

a. Najis Hukmiah yaitu najis yang kita yakini adanya, namun tidak nyata zat, bau, rasa dan warnanya. seperti air kencing yang sudah kering. cara mensucikannyanya : cukup mengalirkan air diatas benda yang terkena najis

b. Najis ‘ainiyah yaitu najis yang masih ada zat, warna, rasa, baunya. cara  mensucikannya : dengan mencucinya.

CARA MEMBERSIHKAN NAJIS

CARA MEMBERSIHKAN NAJIS

Sudah dimaklumi bahwa Sayi’at Allah dan Rasul-Nya telah memperkenalkan kepada kita eksistensi (keberadaan) barang yang najis atau yang terkena najis dan juga telah menjelaskan kepada kita kaifiyah, cara membersihkannya. Kita wajib ittiba’ (mengikuti) petunjuk-Nya dan merealisasikan perintah-Nya. Misalnya, manakala ada dalil yang memerintahkan mencuci sampai tidak tersisa bau, atau rasa ataupun warnanya, maka itulah cara membersihkannya. Apabila ada dalil yang menyuruh dituangkan, atau disiram, atau digosok dengan air, atau digosok ke tanah, ataupun sekedar dipakai berjalan di permukaan bumi, maka itulah cara mensucikannya. Dan ketahuilah bahwa air merupakan pembersih aneka najis yang utama dan pertama. Hal ini didasarkan pada penjelasan Rasulullah saw tentangnya, dimana Rasulullah saw bersabda:

قد جعل الله الماء طهورا

“Allah telah menciptakan air sebagai pembersih,”

Oleh sebab itu, tidak boleh bergeser kepada pembersih lain (selain air) kecuali apabila ada kejelasan dari Nabi saw. Jika tidak ada dalilnya, maka tidak boleh. Karena beralih dari sesuatu yang sudah dimaklumi sebagai pembersih (air) kepada sesuatu yang tidak diketahui berfungsi sebagai pembersih, ini berarti menyimpang dari ketentuan Syari’ah.[1]

Jika kita sudah memahami apa yang diuraikan di atas, maka ikutilah penjelasan syara’ perihal sifat dan kiat membersihkan barang-barang yang najis atau yang terkena najis:

1. MEMBERSIHKAN KULIT BANGKAI DENGAN MENYAMAKNYA.

Cara membersihkan kulit bangkai adalah dengan cara menyamaknya.[2]Sebaimana yang dijelaskan dalam riwayat berikut:

Dari Ibnu Abbas ra, ia berkata: Saya mendengar Rasulullah bersabda:

إذا دبغ الإهاب فقد طهر

Kulit apa saja yang  disamak, maka ia menjadi suci.”(Shahih)[3]

Dan tidak masuk dalam kategori ini adalah:[4]

bangkai ikan dan belalang. Kedua bangkai itu suci.bangkai binatang yang tidak memiliki darah yang mengalir, seperti lalat, lebah, semut, kutu, dan serangga sejenisnya.tulang, tanduk, kuku, rambut, dan bulu bangkai hewan pada dasarnya adalah suci.2. MEMBERSIHKAN BEJANA YANG DIJILAT ANJING

Allah berfirman dalam surat al-An’am ayat 145:

Katakanlah: “Tiadalah Aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi – Karena Sesungguhnya semua itu kotor – atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa, sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha penyayang”.

Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah saw bersabda,

طهور إناء أحدكم إذا ولغ فيه الكلب أن يغسله سبع مرّات أولاهنّ بالتراب

“ Sucinya berjana seorang di antara kamu bila dijilat anjing ialah (hendaklah) ia mensucinya tujuh kali, yang pertama dicampur dengan debu tanah.”(Shahih)[5]

Hadits ini menunjukkanh bahwa air liur anjing adalah najis.

Sedangkan anggota badan dan rambutnya selain mulut asalnya adalah suci. Imam Bukhori meriwayatkan sebuah hadits secara mu’alaq dan telah dimaushul kan oleh Abu Dawud dengan sanad yang shahih dari Ibnu Umar, ia berkata, “Dahulu pada masa Rasulullah saw aku pernah menginap di masjid. Dan ada anjing-anjing yang kencing, datang dan pergi ke masjid. Namun, para sahabat tidak pernah mencucinya sama sekali.”

Akan tetapi, dianjurkan untuk menyiram bekas tempat tidur anjing berdasarkan hadits Mimunah, ia berkata,”Dahulu di rumahku ada seekor anak anjing. Lalu Nabi saw mengeluarkannya, kemudian menyiram bekas tempat tidurnya.[6]

3. MEMBERSIHKAN PAKAIAN YANG TERKENA DARAH HAID

Pakaian dan badan kalau terkena najis, maka wajib dicuci dengan air sampai hilang bekasnya (seperti darah). Tetapi kalau masih  saja tersisa bekasnya setelah dicuci karena susah hilangnya, maka itu dimaafkan. Tetapi kalau tidak membekas (seperti air kencing) maka cukup dengan mencucinya walaupun hanya satu kali.[7]

Dari Asma’ binti Abi Bakar ra, ia berkata:

جاءت امرأة إلى النبي صلى الله عليه وسلم فقالت: إحدانا يصيب ثوبها من دم الحيض, كيف نصنع ؟ فقال: تحتّه, ثم تقرصه بالماء ثم تنضحه ثم تصلي فيه

Telah datang seorang perempuan kepada Nabi saw, dan berkata; salah satu dari kami pakaiannya terkena darah haid, apa yang harus kami lakukan? Maka Rasul bersabda;” hendaklah ia menyikat (mengosok/mengerik) bajunya, kemudian mencuci dan menyiramnya dengan air, setelah itu ia boleh shalat dengannya.”.(Mutafaqun ‘Alaih)[8]

Apabila ia ingin menggunakan kayu atau benda sejenisnya untuk menghilangkan darah yang ada, lalu mencucinya dengan air dan sabun atau pembersih yang lain, maka yang demikian tersebut lebih baik.[9]

Dasarnya adalah hadits Ummu Qais binti Mihshan, ia berkata, “Aku pernah bertanya kepada Rasulullah saw tentang darah haid yang ada dibaju, beliau menjawab;

حكّيه بضلع واغسليه بماء وسدر

“Keriklah baju itu dengan tulang (yang bersih) lalu cuci dengan air dan daun bidara.”[10]

Perintah Nabi saw untuk mencuci baju tersebut merupakan bukti akan najisnya darah haid, dan ini merupakan kesepakatan ulama.

Adapun darah mutlak seperti darah yang mengalir dari tubuh manusia atau hewan yang boleh dimakan dagingnya, maka tidak ada dalil yang menyatakan akan najisannya darah tersebut. Dan pendapat yang kuat bahwa darah adalah suci. Namun, leih baik dicuci supaya bersih.[11]

4. MEMBERSIHKAN BAGIAN BAWAH PAKAIAN WANITA

Kalau bagian bawah pakaian wanita terkena najis, maka cara membersihkanya adalah dengan tanah.[12] Atau disentuhkan pada tanah yang bersih berikutnya.[13] Sebagaimana ketika ada seorang wanita berkata kepada Ummu Salamah ra Istri Nabi saw, seraya berkata, “Sesungguhnya aku adalah seorang wanita, aku memanjangkan ujung bajuku dan terkadang aku berjalan di tempat yang kotor?”, Ummu Salamah berkata, ‘Nabi saw bersabda;

يُطَهِّرُهُ مَا بَعْدَهُ

kotoran itu akan disucikan oleh tanah yang bersih setelahnya.”

5. MENSUCIKAN PAKAIAN DARI KENCING ANAK KECIL YANG MASIH MENETEK

يغسل من بول الجارية ويرشُّ من بول الغلام

Baju yang terkena kencing bayi perempuan dicuci, sedangkan yang terkena kencing bayi laki-laki cukup dengan diperciki dengan air.”

6. MEMBERSIHKAN PAKAIAN DARI AIR MADZI

Madzi adalah air yang putih, encer dan lengket. Keluar ketika memikirkan sesuatu yang mengarah kepada jima’ atau keluar ketika mula’abah (bercumbu) atau ketika akan bersetubuh bersama istri. Tetapi kadang-kadang keluar dengan tidak terasa. Ini terjadi pad laki-laki dan perempuan tetapi pada wanita lebih banyak. Air ini adalah najis dengan kesepakatan ulama’.[14] Cara membersihkannya adalah kalau terkena badan maka wajib mencucinya. Kalau terkena pakaian cukup diperciki dengan air.

Dalam shahih Bukhori dan Muslim, Rasulullah bersabda kepada seseorang yang bertanya tentang madzi;

“Cukup dengan dibersihkan kemaluannya dan berwudhu.”

7. MEMBERSIHKAN BAGIAN BAWAH SANDAL

Cara membersihkan bagian bawah sandal atau sepatu yang terkena najis adalah dengan mengosokkannya ketanah.[15]

Sebagaimana hadits Abu Hurairah ra, bahwasanny Rasulullah saw bersabda:” kalau salah satu diantara kalian berjalan dengan mengunakan sandal yang terkena kotoran, maka sesungguhnya tanahlah sebagai pembersihnya.”(HR. Abu Dawud)

Dalam riwayat lain;” kalau terdapat kotoran pada sepatunya, maka pembersihnya adalah dengan tanah waktu dia berjalan.”

Dari Abu Sa’id ra, bahwa Nabi saw bersabda:

إذا جاء أحدكم المسجد فليقلق نعليه ولينظر فيهما فإن رأى خبثاً فليمسحه بالأرض, ثم يصل فيها.

” jika salah satu diantara kalian mendatangi masjid, maka hendakalah dia membalik sandalnya terlebih dahulu, lihatlah apa yang ada padanya. Kalau terlihat ada najis, maka hendaklah dia mengusapkannya ke tanah kemudian hendaklah dia shalat dengannya.”

8. MENSUCIKAN TANAH ATAU LANTAI

Cara mensucikan tanah atau lantai kalau terkena najis adalah dengan menuangkan,  mengalirkan atau menyiramnya dengan air diatasnya.[16]

Sebagaimana perintah Rasulullah saw untuk menyiramnya air pada bagian tanah yang telah dikencingi oleh seorang baduwi. Maksud Rasulullah melakukan demikian agar tempat tersebut segera bersih kembali, meskipun jika dibiarkan begitu saja hingga kering dan bekas najisnya pun sudah hilang maka tanah itu akan suci dengan sendirinya.

Cara mensucikannya juga dengan cara kering (menunggunya sampai kering) seperti pohon dan bangunan. Berkata Abu Qilabah:” sucinya tanah itu kalau tanah itu kering.” Berkat juga ‘Aisyah ra;” zakatnya tanah adalah kalau sudah kering.”

9. MEMBERSIHKAN SUMUR DAN MINYAK SAMIN YANG TERKENA NAJIS

Yaitu dengan cara membuang benda najis itu dan mengambil yang sekitarnya, adapun sisanya tetap suci. Dalam kitabshahih Bukhori dan kitab lainnya, bahwasannya Rasulullah r pernah ditanya tentang seekor tikus yang jatuh ke minyak samin, Nabi r menjawab,

ألقوها وما حولها فاطرحوه, وكلوا سمنكم

Ambil tikus itu dan buanglah daerah sekitarnya, kemudian makanlah mentega kalian.”

10. APABILA SIFAT-SIFAT DASAR NAJIS TELAH BERUBAH

Yaitu dengan hilangnya sifat-sifat dasar najis dan menjadi benda yang suci, maka benda ini dihukumi suci, seperti kotoran manusia yang telah berubah menjadi tanah.[17]

11. AIR SUSU IBU YANG TERKENA BAJU

Apabila air susu ibu mengenai bajunya, maka hal itu tidak mengapa dan tidak wajib baginya untuk mencuci bajunya tersebut, sebab air susu ibu adalah suci dan tidak najis. Apabila air susu ibu mengenai bajunya, maka hal itu tidak mengapa dan tidak wajib baginya untuk mencuci bajunya tersebut, sebab air susu ibu adalah suci dan tidak najis.

[1]. As-Sailul Jarrar I:48 no: 42 dengan sedikit diringkas

[2]. Kitab fiqh sunnah hal:34

[3]. Shahih Ibnu Majah no:2907

[4]. Fiqih Sunnah Wanita hal: 38

[5]. Shahihul Jami’ush Shaghir no: 3933 dan Muslim I:234 no: 91/279

[6]. Dikeluarkan oleh An-nas’I dengan sanad yang shahih. Kitab Fiqh sunnah wanita hal: 37

[7]. Kitab fiqh sunnah hal:33

[8]. Bukhori:227, muslim: 291

[9]. Kitab Fiqih Sunnah Wanita hal: 40

[10]. Hadits hasan. Dikeluarkan oleh Abu Dawud 363

[11]. Kitab Fiqh Sunnah Wanita hal: 36

[12]. Kitab fiqh sunnah hal:33

[13]. Kitab fiqh sunnah Wanita hal:42

[14]. Al-Majmu’ karya Imam An-Nawawi 2:6 dan Al-Mughni 1:168

[15]. Kitab fiqh sunnah hal:35

[16]. Kitab fiqh sunnah hal:33

[17]. Fiqih Sunnah Wanita hal: 43